Akhlak

PENGANTAR  STUDI  AKHLAK

 Pengertian Akhlak

Secara etimologis, akhlaq yang merupakan jama’ dari khuluq bermakna “budi pakerti”, “perangai” dan “tingkah laku” sebagaimana tertera dalam kamus al-Munjid. Sementara budi pakerti sendiri berarti kelakuan yang sadar sebagaimana ditunjukkan oleh kata budi (sansekerta) yang berarti “yang sadar” dan pakerti yang berarti “kelakuan”. Karenanya secara terminologis, budi pakerti adalah perilaku manusia yang didasari oleh kesadaran berbuat baik yang didorong oleh keinginan hati dan selaras dengan pertimbanagan akal.  tersebut berseberangan dengan konsep khuluq al-Ghazali maupun Ibn Miskawaih. Keduanya menyatakan bahwa akhlak adalah tingkah laku manusia yang tidak didasarkan pada pertimbangan dan pemikiran. Al-Ghazali umpamanya, menyatakan: “Khuluq adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang mendorong lahirnya perbuatan dengan mudah dan ringan, tanpa pertimbangan dan pemikiran mendalam”. Hanya saja Ibn Miskawaih membagi perangai dan tingkah manusia menjadi; perangai yang sifatnya alamiah yang lebih didasarkan pada watak, seperti mudah marah, mudah mencela dan yang semisalnya. Selanjutnya adalah perangai yang tercipta melalui pembiasaan dan latihan. Pada awalnya tingkah laku tersebut terjadi karena dipertimbangkan dan  dinalar kemudian terpola dan menjadi karakter yang melekat tanpa dipertimbangkan dengan masak-masak. Karenanya dalam Islam, akhlak merupakan manifestasi iman, Islam dan ihsan yang merupakan refleksi sifat dan jiwa secara spontan yang terpola pada diri seseorang  sehingga dapat melahirkan perilaku secara konsisten  dan tidak tergantung pada interes tertentu.

Dalam  kehidupan keseharian kita, istilah akhlak sering disepadankan dengan istilah etika dan moral. Padahal secara akademis ketiga istilah tersebut mempunyai persamaan dan perbedaan.  Dalam New Master Pictorial Encyclopaedia, etika yang berasal dari bahasa Yunani ethos yang bermakna kebiasaan, dinyatakan; “Ethics is the science of moral philosophy concerned not with fact , but with value; not with the character of, but with the ideal of human conduct”. Jadi etika adalah ilmu tentang filsafat moral, tidak konsen dengan fakta melainkan tentang nilai-nilai dan tidak berkaitan dengan tindakan manusia akan tetapi idenya. Sementara moral yang berasal dari bahasa latin mores, dalam Ensiklopedi Pendidikan dinyatakan sebagai “nilai dasar dalam masyarakat untuk menentukan baik buruknya suatu tindakan yang pada akhirnya menjadi adat istiadat masyarakat tersebut”.

Berdasar paparan di atas dapat dinyatakan bahwa persamaan antara akhlak, etika dan moral, adalah ketiganya sama-sama membahas tentang baik-buruknya tingkah laku manusia. Sementara perbedaannya terletak pada sisi parameter yang digunakan; akhlak memggunakan parameter agama (al-Qur’an dan Hadis), etika menggunakan parameter akal dan moral menggunakan tolak ukur adat istiadat yang berlaku dalam masyarakat tertentu. Perbedaan yang lain adalah bahwa etika lebih bersifat teoritis, sedang moral dan akhlak lebih bersifat praktis, etika lebih bersifat universal sedang dua yang lain lebih bersifat lokal.

 Karakteristik Akhlak dalam Islam

Kalau diperhatikan secara seksama, akhlak dalam islam mempunyai beberpa karakter, yaitu:

  1. Akhlak meliputi hal-hal yang bersifat umum dan terperinci. Di dalam al-Qur’an ada materi akhlak yang dijelaskan secara umum dan ada pula yang mendetail. Misalnya dalam Q. S. al-Nahl (16) : 90, diserukan perintah untuk berakhlak secara umum; berbuat adil, berbuat kebaikan, melarang perbuatan keji, munkar dan permusuhan. Sedangkan dalam surat al-Hujurat (49) : 12, secara terperinci dinyatalan larangan untuk saling mencela dan memanggil dengan gelar yang buruk.
  2. Akhlak bersifat menyeluruh. Akhlak dalam Islam mengatur semua segi kehidupan manusia baik yang bersifat vertikal maupun horizontal yang mengatur segi dunyawiyah manusia.
  3. Akhlak sebagai buah dari iman. Iman diibaratkan sebuah akar, ibadah adalah batang, ranting dan daunnya, sementara akhlak adalah buahnya.
  4. Akhlak menjaga konsistensi antara cara dan tujuan. Islam tidak mengizinkan mancapai tujuan, walaupun baik,  dengan cara-cara kotor yang bertentangan dengan syariat. Karena hal tersebut bertentangan dengan prinsip-prinsip al-Akhlaq al-Karimah.

 

 Dasar, Tujuan dan Ruang Lingkup Akhlak

Dasar dari akhlak adalah al-Qur’an dan hadis. Dalam Q. S. al-Qalam (68) : 4, dinyatakan:  

” و إنك لعلى خلق عظيم”

Pujian tersebut bersifat individual yang ditujukan kepada pribadi Rasul saw. karena beliau mempunyai keagungan dan keanggunan moralitas. Banyak Nabi dan Rasul, tetapi hanya Rasul saw. yang mendapatkan pujian tersebut. Kemudian dalam ayat yang lain al-Qur’an menyatakan bahwa keagungan akhlak tersebut layak dijadikan standar akhlak bagi  umatnya:

“لقد كان لكم فى رسول الله أسوة حسنة …”

Ayat di atas mengisyaratkan bahwa Rasul sengaja diproyeksikan oleh Allah untuk menadi “lokomotif” akhlak umat manusia secara universal, karena beliau diutus sebagai rahmatan li al-‘alamin. Rasul bersabda: “sesungguhnya saya diutus hanyalah untuk menyempurnakan akhlak yang mulia”.

Hadis di atas tidak secara langsung menyatakan bahwa akhlak menenpati posisi yang strategis dalam kehidupan manusia, karenanya misi Rasul yang paling utama adalah untuk mengupayakan perbaikan akhlak yang dekaden. Persoalannya adalah bagaimana subtansi akhlak Rasul. Dalam hal ini para sahabat pernah bertanya pada ‘Aisyah, istri Rasul, yang dinggap mengetahui secara detail tentang diri Rasul dalam keseharian, maka ‘Aisyah menjawab: ” كان خلقه القرأن” (subtansi akhlak Rasul adalah al-Qur’an).

 Tujuan

Tujuan dari akhlak adalah untuk mengapai kehidupan yang berbahagia, baik di dunia maupun di akhirat. Seseorang yang menjaga kualitas hubungan vertikalnya dengan Allah maupun hubungan horizontalnya dengan sesama tentu akan mendapat ridla-Nya. Orang yang mendapat ridla Allah akan memperoleh jaminan kebahagiaan hidup baik duniawi maupun ukhrawi.

Seseorang yang berakhlak mulia, misalnya, akan pantang berbohong terhadap diri sendiri dan tidak pernah menipu dan menyesatkan orang lain. Orang seprti ini biasanya dapat hidup dengan tenang dan damai, mempunyai pergaulan luas dan banyak relasi, serta dihargai oleh siapapun yang mengenalnya. Ketentraman hidup orang yang berakhlak mulia juga disukung oleh perasaan optimis menghadapi kehidupan duniawi dan ukhrawi, karena pola hubungan yang baik dengan Allah maupun sesama. Karenanya kebahagian hidup seseorang tidak berkorelasi dengan kekayaan, kepandaian atau jabatan.

 Ruang Lingkup

Cakupan akhlak meliputi semua aspek kehidupan manusia, sesuai dengan kedudukannya sebagai makhluk Allah, makhluk individu, makhluk sosial dan makhluk yang menghuni alam dan mendapatkan bahan kehidupan darinya. Dengan kata lain, akhlak meliputi; akhlak pribadi, akhlak keluarga, akhlak sosial, akhlak politik, akhlak jabatan, akhlak terhadap alam dan akhlak terhadap Allah. Akhlak secara global juga dapat dipilah menjadi akhlak mulia (al-akhlaq al-karimah) dan akhlak yang tercela (al-akhlaq al-madzmumah)

 Urgensi Akhlak Mulia

  1. sebagai filter terhadap dampak negatif perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi. Perkembangan tekhnologi media, misalnya, tidak saja memudahkan seseorang memperoleh informasi, akan tetapi secara potensial juga mampu mengubah cara hidup seseorang, bahkan dapat merambah ke bilik-bilik keluarga yang semula sarat dengan norma susila dan sorma sosial.
  2. Sebagai upaya preventif terhadap dampak negatif modernitas. Kemewahan hidup yang dibungkus oleh modernitas sering kali menggoda seseorang untuk menggapainya dengan jalan pintas dalam bentuk aksi-aksi kejahatan. Tindakan represif saja terhadap aksi-aksi ini kurang menyentuh persoalan, kecuali dengan pendidikan akhlak mulia. (Abid Rohmanu, dari berbagai sumber)

Tinggalkan komentar